
Transcription
IMPLEMENTASI INSTRUMENPENILAIAN AUTENTIK KOMPETENSI BERBICARA BAGIANAK TUNAGRAHITADisusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II padaJurusan Magister Pengkajian BahasaSekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah SurakartaOleh :Laila Fitri Nur HidayahNIM. S200160052PROGRAM STUDI MAGISTER PENGKAJIAN BAHASASEKOLAH PASCASARJANAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA20171
i2
3ii
4
IMPLEMENTASI INSTRUMEN PENILAIAN AUTENTIKKOMPETENSI BERBICARA BAGI ANAK TUNAGRAHITAAbstrakAspek dalam instrumen penilaian autentik mengacu pada kesesuaian KI KD danindikator. Penelitian ini untuk mengkaji implementasi penilaian autentikkompetensi berbicara kelas umum dan khusus anak tunagrahita, sertamerekomendasikan instrumen yang dapat dipergunakan. Penelitian ini termasukpenelitian studi kasus dan bersifat kualitatif. Segala aspek yang berkaitan dengankasus dianalisis secara mendalam, sehingga diperoleh generalisasi yang utuh danmenemukan solusi permasalahan yang ada di lapangan. Data dalam penelitian iniberupa buku ajar, RPP, RPPI, dan hasil pengamatan proses pembelajaran hinggapenilaian dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara belum sesuai denganprinsip penilaian autentik. Instrumen penilaian yang digunakan belum mencakupaspek-aspek yang dibutuhkan dalam kompetensi. Selain itu, teknik penilaian testertulis digunakan sebagai penilaian yang medominasi dibanding aspek utama danpenggunaan penilaiannya tidak sesuai dengan tuntutan KD. Dalam penilaian anaktunagrahita, instrumen penilaian yang digunakan harus sama dengan siswa laindengan modifikasi materi. Rekomendasi yang diberikan menyesuaikan dengantuntutan KD. Mengamati aspek-aspek yang dibutuhkan dalam KD, mengkasifikasiskor aspek berdasarkan KD, dan melakukan penilaian yang sama untuk semuasiswa. Pemilihan instrumen yang tepat akan berpengaruh pada luaran yagdihasilkan dari pembelajaran.Kata Kunci : implementasi, instrumen, penilaian autentik, kompetensiberbicara, tunagrahita.AbstractAspects in authentic assessment instruments refer to KD KD conformity andindicators. This research is to examine the implementation of authenticassessment of general and special class speaking competence of child tunagrahita,and to recommend a usable instrument. This research includes case study researchand is qualitative in nature. All aspects relating to the case are analyzed in depth,so that the generalization is obtained intact and find solutions to existing problemsin the field. The data in this research are textbook, RPP, RPPI, and observationresult of the learning process until the assessment is done. Based on the results ofresearch that has been done, the implementation of authentic assessment ofspeaking competence is not in accordance with the principle of authenticassessment. The assessment instrument used does not cover the aspects requiredin the competency. In addition, the written test scoring technique is used as amedominating assessment rather than a major aspect and the use of its judgment is1
inconsistent with KD demands. In the assessment of the child's tunagrahita, theassessment instrument used should be the same as the other students with materialmodification. Recommendations are adjusted to the demands of KD. Observe theaspects needed in KD, classify aspect scores based on KD, and perform the sameassessment for all students. The selection of appropriate instruments will affectthe outcomes generated from learning.Keywords: implementation,competence, g1. PENDAHULUANMata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan memiliki tujuan untukmendidik karakter dan kemampuan siswa untuk dapat berbahasa Indonesia yangbaik dan benar. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:231),menyebutkan bahwa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada dua seniketerampilan, yaitu seni berbahasa dan seni bersastra. Kedua aspek tersebutmelingkupi kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.Empat kompetensi berbahasa yang harus dikuasai siswa hanya dua yangsering diadakan penilaian oleh pendidik, yaitu membaca dan menulis. Kompetensiyang lain disiasati oleh guru dalam penilaian karena dinilai sulit dalamassesmentnya dan bersifat abstrak. Kompetensi yang dihindari tersebut salahsatunya merupakan keterampilan produktif untuk siswa, yaitu berbicara. Namun,penilaian kompetensi berbicara sering dihindari guru karena tidak ada ketentuanbaku dalam penilaiannya. Hanya ada beberapa kompetensi berbicara yang jelasketentuan penilainnya salah satunya adalah pidato. Kompetensi berbicara tidakdapat hanya diujikan dengan tertulis atau hanya sekedar menjawab pertanyaanmelainkan siswa harus unjuk tampil dan dinilai secara berkelanjutan.Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki standar kompetensi.Majid (2012: 186-187) dalam penerapan standar kompetensi guru harusmengembangkan kompetensi belajar yang menjamin pengalaman belajar yangterarah dan mengembangkan penilaian autentik berkelanjutan. Selain itu, harusmenjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Penilaian autentik harusmencerminkan masalah dunia nyata bukan sekolah, harus menggunakan berbagaiukuran, metode, dan kriteria dan esensi pengalaman belajar, harus bersifat holistik2
yaitu mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif dansensorimotorik).Penilaian kompetensi berbicara di sekolah inklusi antara siswa biasa dansiswa berkebutuhan khusus pun harus dibedakan. Lebih spesifik lagi ada banyakkebutuhan khusus yang dimiliki setiap siswa di sekolah inklusi maka lebih banyaklagi model penilaian kompetensi berbicara yang harus disesuaikan. Penyesuaianyang dilakukan oleh guru pun harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yangdiajarkan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada modifikasi materi yang disusunguru dalam RPP. Namun, rubrik instrumen yang digunakan berlaku untuk seluruhsiswa.SM AL Firdaus merupakan salah satu sekolah inklusi di kota Surakarta.Kelas VII terdiri dari dua jenis kebutuhan khusus yaitu tunagrahita dan tunarungusekaligus tunawicara. Permasalahan yang ada ialah tidak adanya pedoman khususuntuk menentukan instrumen penilaian dalam penyusunan RPP. Sehingga, gurumata pelajaran dan guru pendamping mengalami kendala dalam menentukanmodifikasi materi dan instrumen penilaian yang digunakan. Guru pendampingyang mendampingi anak berkebutuhan khusus tersebut terdiri dari latar belakangpendidikan yang berbeda-beda dan tidak berkenaan secara langsung denganbidang pengajaran anak berkebutuhan khusus. Permasalahan yang muncul ampakpadaperkembangan akademik anak berkebutuhann khusus. Oleh karena itu, dalampenelitian ini akan mengkaji implementasi instrumen penilaian anak bagi anaktunagrahita kelas VII di SM AL Firdaus. Penelitian ini dapat digunakan sebagaireferensi dalam penentuan alat evaluasi pembelajaran peserta didik khususnyaanak tunagrahita.Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil tiga masalah. (1)Bagaimana implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara kelas VII di SMAL Firdaus? (2) Bagaimana implementasi penilaian autentik kompetensi berbicarabagi anak tunagrahita kelas VII di SM AL Firdaus ? (3) Bagaimana rekomendasidalam pengembangan implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara kelasVII di SM AL Firdaus?3
Penelitian ini memilki tiga tujuan. (1) Mendeskripsikan kesesuaianpelaksanaan instrumen penilaian autentik dan implementasinya kelas VII di SMAL Firdaus. (2) Mendeskripsikan implementasi instrumen penilaian autentikkompetensi berbicara anak tunagrahita kelas VII di SM AL Firdaus. (3)Merekomendasikan pengembangan implementasi instrumen penilaian autentikkompetensi berbicara anak tunagrahita kelas VII di SM AL Firdaus.Penelitian yang berjudul “Implementasi Instrumen Penilaian Autentik bagiAnak Tunagrahita di SM AL Firdaus” ini sebelumnya telah banyak dilakukanpenelitian yang hampir serupa.Mueller dalam Nurgiyantoro (2008:225)berpendapat dalam penelitiannya tentang penilaian autentik bahwa sejumlahlangkah perluditempuhdalampengembangan penilaian otentik. Langkahtersebut meliputi penentuan standar,penentuantugasotentik, pembuatankriteria, dan pembuatan rubrik. Kelebihan penelitian Nurgiyantoro ialah mengkajisecara mendalam mengenai penilaian autentik di pandang dari beberapa aspak.Namun, penelitian yang dilakukan Nurgiyantoro hanya mengkaji pengembanganpenilaian autentik sedangkan pada penelitian ini mengimplementasikan langsungpenelitian autentik di lapangan dan melibatkan proses pembelajaran BahasaIndonesia.Pemahaman penilaian autentik diperlukan dalam penerapannya padapembelajaran. Penelitian Palm (2008:5) mendefinisikan penilaian dapat berupaapa saja. Penilaian didasarkan pada keaslian berbagai aspek yang terdapat dalampenilaian. Aspek-aspek tersebut dapat diklasifikasikan menjadi suatu konsep. Haltersebut sejalan dengan penelitian ini karena dalam suatu KI KD ada aspek yangdiutamakan sehingga tidak semua aspek penilaian disama ratakan. Palmmendeskripsikan penguraian kompetensi hingga dapat digunakan dalam penilaian.Palm tidak menyentuh instrumen yang digunakan dalam penelitian.Penilaian autentik dalam penelitian ini terfokus pada anak tunagrahita.Dalam menentukan instrumen penilaian yang tepat perlu diperhatikan pula indeksinklusi di sekolah siswa tersebut belajar. Sunanto (2009:83), dalam instrumenuntuk menggali indeks inklusi memiliki 18 indikator. Masing-masing indikatortersebut adalah indikator perencanaan, saling berkomunikasi, partisipasi,4
pemahaman perbedaan, aktivitas yang melecehkan anak, keterlibatan anak,kerjasama, penilaian, saling menghormati, aktivitas kegiatan berpasangan,bantuan pengajaran, mengambil bagian, pengaturan kelassumber pelajaran,perbedaan sebagai sumber, pemanfaatan sumber ahli, pengembangan sumber, danpemanfaatan sumber. Penelitian yang dilakukan oleh Sunanto ini menunjukkanindeks inklusi dan dampak yang ditimbulkan dari angka tersebut. Jumlah apkeoptimalanpembelajaran. Perbedaan dengan penelitian ini dapat diamati pada fokuspenelitian. Penelitian ini fokus pada kompetensi berbicara bagi anak berkebutuhankhusus, bukan pada indeks sekolah.Konsep penilaian autentik bukan hanya berupa pemahaman secara teoritis,melainkan peserta didik diminta untuk dapat menguasai kompetensi yang sesuaidengan tujuan pembelajaran tersebut. Pernyataan ini diperkuat oleh Nurgiyantorodan Pujiati (2011:115:116), bahwa penilaian autentik (authentic assessment)adalah model pembelajaran secara kontekstual. Peserta didik dituntut tidak hanyamemahami sesuatu, tetapi juga dapat melakukan sesuatu yang sesuai dengan matapelajaran dan kompetensi yang diajarkan. Penelitian Nurgiyantoro dan Pujiantimeneliti empat aspek bahasa secara umum sedangkan pada penelitian inimengkaji aspek kompetensi berbicara secara lebih mendalam terutama perlakuanpenilaian autentik untuk anak berkebutuhan khusus.Anak berkebutuhan khusus memerlukan penanganan khusus pula dalampendidikan. Dewi (2012: 260), menyatakan bahwa pelayanan pendidikan tidakmembedakan fisik, ektual.potensiOleh karena itu,dankemampuananakyangdikembangkan. Di balik kekurangan yang ada setiap individu memiliki potensiyang dapat dioptimalkan. Penelitian dewi menitik beratkan pada anak tunarungu.Dewi mengimplementasikan penelitiannya pada pembelajaran teknologi denganketerampilan editing foto sedangkan penelitian ini diimplementasikan padapembelajaran Bahasa Indonesia kompetensi berbicara.Kekhususnan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat dimulaidengan penyususunan RPP khusus oleh guru pendamping. RPP yang disusun guru5
pendamping berbeda dengan RPP guru mata pelajaran, karena itulah letakperbedaan yang di dapatkan anak berkebutuhan khusus. Fitria (2012: 101),mengatakan bahwa RPP dan PPI (Program Pembelajaran Individual ), metodepembelajaran, pengaturan tempat duduk, materi pembelajaran, dan penilaian padaanak berkebutuhan khusus harus diperhatikan. Fitria hanya mengkaji kelas inklusisecara umum tanpa memuat implementasinya pada pembelajaran. Penelitian inilebih berfokus pada penilaian autetik kompetesi berbicara pada pelajaran BahasaIndonesia anak berkebutuhan khusus.Perlakukan khusus anak tunagrahita dalam pembelajaran berbeda dengananak berkebutuhan khusus lain. Secara fisik dan sosial anak tunagrahita memilikipersamaan dengan anak pada umumnya. Humaira (2012: 108), mengatakanbahwa pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia bagi anak tunagrahita ringandiberikan setelah anak menguasai latihan penglihatan, pendengaran, bercakap,dan menulis. Program pembelajaran anak berkebutuhan khusus harus atanmateridiakhirpembelajaran sangat berpengaruh pada kemampuan daya berpikir anak. Padapenelitian Humaira hanya mengkaji pada jenis Tunagrahita, sedangkan penelitianini dibatasi oleh siswa berkebutuhan khusus kelas VII SM AL Firdaus. Humairatidak membahas spesifik mengenai penilaian ABK melainkan hanya pada matapelajaran Bahasa Indonesia secara umum dan pelaksanaan ihambatankhusus.Kusumaningrum (2013:2), mengungkapkan ada beberapa hambatan yang dialamiguru dalam pembelajaran bahasa anak berkebutuhan khusus. (1) Topikpercakapan terlalu kompleks. (2) Siswa belum paham penggunaan bahasa. (3)Penggunaan media belum maksimal. (4) Sikap siswa yang tidak bisa diamsehingga kurang konsentrasi. (5) Model dan metode yang digunakan gurumonoton. Perbedaan dengan penelitian ini adalah implementasi penelitianKusumaningrum pada mata pelajaran Bahasa Jawa dengan kompetensi yangdigunakan adalah menyimak. Pada penelitian ini mata pelajaran yang digunakanadalah Bahasa Indonesia, dan kompetensi yang digunakan adalah berbicara.6
Perlakuan khusus yang didapatkan anak berkebutuhan khusus salahsatunya ialah kurikulum khusus. Sopandi (2013:8) dalam penelitian, menyatakanada model kurikulum bagi siswa berkebutuhan khusus, yaitu model kurikulumreguler, model kurikulum akomodatif atau adaptif, dan model kurikulumindividual atau Program Pendidikan Individual (PPI). Penelitian Sopandi penyusunankurikulumbagi anak berkebutuhan khusus. Sedangkan, penelitian ini mengkajipada penilaian yang digunakan pada kompetensi berbicara anak berkebutuhankhusus.Penilaian autentik menuntut kesesuaian kompetesi yang dibutuhkandengan instrumen yang digunakan dalam penilaian. Sukma, dkk (2013:9),penyebab ketidaksesuaian alat evaluasi dengan karakteristik penilaian autentikadalah penyebab pertama, soal yang dibuat belum mengarah ke kompetensi yangakan diukur. Misalnya, latihan dalam kompetensi menyimak diberikan tugasmenyalinaksaralatin ke aksaraBali.Jadi, penyebab pertamaketidakkonsistenan alat evalusi tersebut menimbulkan penyebab kedua yaitusoal tersebut belum sesuai dengan rumusan indikator mata pelajaran. Penyebabketiga, guru lebih cenderung membuat tes uraian, tes menjodohkan, tes menandaikata, tes mengenai proses pembentukan kata, dan tes sebagian besar berbentuk tesobjektif. Perbedaan dengan penelitian ini adalah mata pelajaran yang digunakanadalah Bahasa Indonesia dan penelitian ini mengkhususkan kompetensi berbicaraanak berkebutuhan khusus.Ada banyak definisi mengenai penilaian autetik. Salah satunya ialah Majid(2012: 186) mengatakan bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulaninformasi oleh para guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran.Penilaian tersebut dilakukan peserta didik melalui berbagai teknik yang mampumengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuanpembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dandicapai.Ada beberapa manfaat penggunaan penilaian autentik. Mueller dalamNurgiyantoro (2008: 255-256), yaitu sebagai berikut. Pertama, penggunaan7
penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuransecara langsungterhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensiyangdibelajarkan. Kedua, penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untukmengkonstruksikan hasil belajarnya. Ketiga, penilaian autentik memungkinkanterintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian menjadi satu paketkegiatan yang terpadu. Keempat,penilaian autentik memberi kesempatanpembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk kerjanya, dengan carayang dianggap paling baik. Singkatnya, model ini memungkinkan pembelajarmemilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya paling efektif.Kurikulum disusun untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada beberapatujuan pendidikan yang disusun berdasarkan pada jenjang kelembagaannya. TIMMKDK (2011:26-47), mengemukakan secara hierarkhis tujuan pendidikan adaempat. Salah satu tujuan pendidikan adalah tujuan instruksional, yaitu tujuan yangingin dicapai setelah siswa mempelajari suatu pokok bahasan tertentu. Penilaiankelas dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Penilaian kelas yang dikenaldalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara substansial samadengan Penilaian Berbasis Kelas (PBK) dalam Kurikulum Berbasis Kompensi(KBK) atau Kurikulum 2004 Standar Kompetensi.Pelaksanaan penilaian dilakukan secara individu dan secara kelompokdalam ruang lingkup pembelajara kelas. Suwandi dalam Sufanti dan Laili(2012:11) menyatakan bahwa penilaian kelas merupakan proses pengumpulan danpenggunaan informasi serta hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guruuntuk menentapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadaptujuan pendidikan yang diterapkan, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar,dan indikator pencapaian hasil belajar yang terdapat dalam kurikulum.Salah satu evaluasi yang bisa digunakan dalam pembelajaran adalahnontes. Jenis penilaian nontes menurut tiga ahli.Dirman dan CicihWahyuni dan Abd juk kerja/ perfomanceObservasiWawancaraAsesmen PortofolioWawancara8Suryosubroto
Skala sikapAsesmen ProyekStudi kasusAngketAsesmen ProdukRatting scaleCek listAsesmen Diri (Self Assessment)Rating scaleAsesmen Teman Sejawat (PeerAssessment)Asesmen SikapBerbicara merupakan salah satu kompetensi kebahasaan yang dimuatdalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Tarigan (2008:15), mengemukakanberbicara adalah kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untukmengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, danperasaan. Berbicara merupakan sutau bentuk prilaku manusia yang memanfaatkanfaktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik, secara luasberbicara dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrolmanusia.Terkait dengan hal tersebut, Rofi’uddin (1998: 18) mengemukakan empatprinsip pembelajaran berbicara. (1) Berbicara bercirikan oleh pertemuan antaradua orang atau lebih yang melangsungkan komunikasi secara lisan, ada pembicaradan ada penyimak. (2) Ada banyak tipe dalam komunikasi lisan antara pembicaradan penyimak, mulai dari orang berbincang-bincang sampai ke pertemuan umumdi lapangan. (3) Pembelajaran berbicara tidak dapat mencakup semua variasi atautipe pertemuan lisan itu. (4) Pembelajaran berbicara harus bersifat fungsional.Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolahumum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar disekolah luar biasa. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita menurut Sujati(2006: 118-121) ada tiga. (1) Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan. (2)Strategi kooperatif. (3) Strategi modifikasi tingkah laku.2. METODEPenelitian ini termasuk penelitian studi kasus. Data dalam penelitian inibersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang digunakanuntuk meneliti data-data yang berbentuk kata-kata, tulisan, dan gambar.Penelitian9
ini dilaksanakan di kelas VII SM AL Firdaus. Sekolah ini merupakan salah satusekolah inklusi di Surakarta. Siswa berkebutuhan khusus di sekolah ini dibatasidengan level kebutuhan khusus ringan. Penelitian hanya dapat dilaksanakan padaselama satu semester untuk efisiensi waktu. Penelitian dimulai pada bulan Mei2017 sampai bulan September 2017. Subjek penelitian ini adalah guru matapelajaran Bahasa Indonesia dan guru pendamping, serta siswa umum dan siswaberkebutuhan khusus kelas VII SM AL Firdaus. Objek penelitian ini adalahkesesuaian implementasi instrumen penilaian autentik kompetensi berbicara kelasVII di SM AL Firdaus dengan pedoman kurikulum. Implementasi instrumenpenilaian autentik kompetensi berbicara bagi anak tunagrahita kelas VII di SMAL Firdaus. Rekomendasi penilaian autentik autentik kompetensi berbicara bagianak tunagrahita kelas VII di SM AL Firdaus.Data dalam penelitian ini berupa buku ajar, RPP, RPPI, dan hasilpengamatan proses pembelajaran hingga penilaian dilaksanakan.Sumber datadalam penelitian ini berupa hasil observasi dan wawancara. Narasumber dalampenelitian ini adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan guru pendamping,serta siswa umum dan siswa berkebutuhan khusus kelas VII SM ALFirdaus.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi,simak dan catat, dokumentasi, dan wawancara. Keabsahan data ini dilakukanproses triangulasi. Analisis data dalam penelitian ini adalah model analisisinteraktif. Dari tiga jenis triangulasi tersebut, dipilih keabsahan data denganpendekatan triangulasi pengumpulan data untuk mengungkap dan menganalisismasalah-masalah yang dijadikan obyek penelitian.3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANImplementasi instrumen penilaian autentik kompetensi berbicara kelas VIIdi SM AL Firdaus belum sepenuhnya sempurna. Selama pengamatan,pembelajaran berjalan dengan lancar meskipun terdapat beberapa kendala. Salahsatu kendala ialah gantinya guru pendamping salah satu anak tunagrahita.10
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pelaksanaan kompetensiberbicara membutuhkan waktu yang lebih banyak karena siswa memerlukanpersiapan yang matang sebelum menampilkan hasil karyanya.No.1.2.3.4.KD2.1 Menceritakan pengalamanyang paling mengesankan denganmenggunakan pilihan kata dankalimat efektif.2.2 Menyampaikan pengumumandengan intonasi yang tepat sertamenggunakankalimat-kalimatyang lugas dan sederhana.6.1 Bercerita dengan urutan yangbaik, suara, lafal, intonasi, gestur,dan mimik yang tepat.6.2 Bercerita dengan alat peragaEstimasiWaktu4 x 40 menitRealisasiWaktu8 x 40 menit4 x 40 menit4x 40 menit4 x 40 menit4x 40 menit4 x 40 menit8 x 40 menitPada KD 2.1 dan 2.2 mengalami perpanjangan karena kurangnya durasiwaktu dibanding jumlah siswa, sedangkan KD tersebut membutuhkan penilaiansecara individu. Berbeda dengan KD 6.1 dan 6.2, guru lebih memilih melakukanpenilaian secara kelompok agar tidak membutuhkan durasi yang lebih banyak.Penilaian autentik kompetensi berbicara di SM AL Firdaus dilaksanakankurang maksimal karena penilaian yang dilakukan tidak sesuai dengan KD yangdiajarkan dan masih menggunakan tes tertulis sebagai pendukung dan/atausebagai instrumen asesmen utama. Dalam RPP yang dibuat oleh guru BahasaIndonesia kelas VII SM AL Firdaus, penurunan kompetensi untuk siswatunagrahita belum memenuhi kriteria autentik.Penilaian autentik kompetensi berbicara bagi siswa tunagrahita kelas VIIdi SM AL Firdaus seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa instrumenpenilaian yang digunakan oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia belumsesuai dengan tuntutan kompetensi yang diujikan.3.1 Penilaian autentik kompetensi berbicara kelas VII di SM AL Firdaus3.1.1 Instrumen Penilaian KD 6.2a. Kompetensi Dasar : 6.2 Bercerita dengan alat peragab. Penilaian1) Teknik : Tes lisan11
2) Bentuk Instrumen : Tes unjuk kerja3) Soal Instrumen :a) Tentukanlah pokok-pokok cerita yang terdapat di dalam bukucerita!b) Berceritaalah dengan menggunakan alat peraga!c. Rubrik Penilaian Menentukan Pokok-pokok ceritaKegiatanSkorSiswa menyusun pokok-pokok cerita dari buku cerita denganruntut2. Siswa menyusun pokok-pokok cerita dari buku cerita secaratidak runtut3. Siswa tidak menuliskan apa-apa (a)1.210d. Rubrik Penilaian Bercerita dengan Alat Peraga (b)No.NamaSiswaAspek yang Dinilai (c)IntonasiKesesuaian Keterangan Skor:4 sangat baik3 baik2 cukup1 kurang3.1.2Analisis Instrumen Pembelajaran KD 6.2 Bercerita dengan alat peraga.3.1.2.1 Berdasarkan teknik penilaian yang dilakukan, yaitu lisan maka siswadiberikan kebebasan untuk menulis ataupun tidak menulis cerita yang akanditampilkan. Siswa yang menulispun diberikan kebebasan untuk menuliskeseluruhan dialog ataupun hanya alur atau kerangka pemikirannya saja.Dalam hal ini aspek tertulis bukan termasuk aspek penilaian. Teknik tertulisdapat dilakukan sebagai alat pendukung penilaian jika siswa yang menjadipenonton yang menulis laporan sebagai refleksi dari cerita yang ditampilkanbukan dari buku cerita.12
3.1.2.2Instrumen penilaian KD 6.2 kurang sesuai jika menggunakan skalapenilaian. Skala penilaian memukul rata skor yang dicapai pada setiap aspekpenilaian. pada KD 6.2 kompetensi yang dituntut ialah bercerita dengan alatperaga, akan lebih tepat jika menggunakan skala penilaian fleksibel.3.1.2.3Aspek yang dinilai pada RPP yang disusun oleh guru belum memuataspek penggunaan alat peraga.3.2 Penilaian autentik kompetensi berbicara bagi anak tunagrahita kelas VIIdi SM AL FirdausKD 6.2 Bercerita dengan alat peraga.3.2.1Materi Modifikasi ABK (tunagrahita)3.2.1.1 Teks Cerita Pendek sederhana dengan pertanyaan sederhana.3.2.1.2 Pada saat materi membedakan teks cerita pendek dengan teks cerita lain,siswa ABK di berikan materi sederhana perbedaan puisi dan cerita secarafisik.3.2.1.3 aga.3.2.23.2.2.1Analisis materi modifikasi ABK (tunagrahita)Secara kemampuan berbahasa, AM dan VT belum mampu berbicaradengan pengucapan yang jelas.3.2.2.2 Anak belum mampu merangkai kalimat untuk bercerita dengan benar3.2.2.3 Modifikasi poin (2) kurang tepat jika siswa diminta membedakan antaracerita dengan puisi secara fisik. Ada puisi yang panjang menyerupai ceritabahkan ada yang sangat pendek berupa satu kalimat karena puisi populertidak ada batasan khusus. Materi tersebut akan lebih tepat jika siswadiminta membedakan cerita secara fisik berupa novel, cerpen, sinopsis.Dapat pula dengan membandingkan sastra dan nonsastra seperti berita.3.2.2.4 Pada KD 6.2 AM ditugaskan menjadi narator di kelasnya. Dari data gurupendamping, AM mampu menjadi narator dengan lancar. Namun, AMtidak mendapatkan kesempatan untuk membawakan cerita dengan alat13
peraga. Sedangkan, VT membawakan cerita dengan didampingi gurupendamping.3.2.2.5 Laporan PPI yang disusun oleh guru pendamping AM, memuat hasilperkembangan AM belum mampu menceritakan suatu teks cerita moraldengan menggunakan alat peraga.3.2.2.6 Laporan PPI VT tidak melaporkan hasil perkembangan belajar KD 6.2.Namun, dalam individual teacher’s progress report yang ditulis gurupendamping setiap hari memuat kegiatan VT mengikuti pembelajaran KD6.2.3.3 Rekomendasi dalam pengembangan implementasi penilaian autentikkompetensi berbicara kelas VII di SM AL FirdausPemilihan instrumen penilaian yang tepat akan berpengaruh pada hasilautentik yang didapatkan siswa. Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti danLaili (2012:23-43), mendeskripsikan ada tujuh teknik penilaian yang dapatdigunakan dalam penilaian kelas yaitu: penilaian unjuk kerja, penilaian sikap,penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian portofolio, danpenilaian diri. Dalam unjuk kerja terdapat instrumen penilaian daftar cek (checklist),skala penilaian, dan skala penilaian fleksibel. Berikut ini merupakaninstrumen penilaian autentik yang direkomendasikan untuk KD kompetensiberbicara.KD: 2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan denganmenggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.Skala PenilaianNama Siswa :NoKelas :Aspek yang dinilaiNilai11.2.Suaraa. Lafalb. Intonasic. Tempod. JedaPilihan kata14234
3.4.5.Penggunaan kalimat efektifIsi ceritaKeruntutan ceritaJumlahSkor MaksimumNilai Skor yang dicapai x 100Skor maksimalKD: 2.2 Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepatserta menggunakan kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana.Daftar cek (Chek-list)Siswa :No.Aspek yang Dinilai1.Suaraa. Lafalb. Intonasic. Jedad. Tempo2.Pengunaan kalimat lugas3.Kesederhanaan kalimat4.IsiSkor yang dicapaiSkor maksimumKeterangan:Kelas :BaikTidak BaikBaik mendapat skor 2Tidak baik mendapat skor 1Sangat tidak baik 0Belum maju Ø (kosong)Nilai Skor yang dinilai x 100Skor maksimalKD: 6.1 Bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi,gestur, dan mimik yang tepat.Skala Penilaian15
Nama Siswa :NoKelas :Aspek yang dinilaiNilai11.2.3.4.5.234Suaraa. Lafalb. IntonasiGesturMimik wajahIsi cerita (pokok-pokok cerita)Keruntutan ceritaJumlahSkor MaksimumNilai Skor yang dicapai x 100Skor maksimalKD: 6.2 Bercerita dengan alat peragaSkala Penilaian FleksibelNo.Nama angan:1. Penggunaan alat peraga2. Sikap dan penampilanPenilaian di atas menyesuaikan kebutuhan aspek tertentu pada setiap KD.Pada KD 6.2 aspek penilaian bukan hanya kemampuan berbicara siswa dalambercerita, tetapi kemampuan siswa menggunakan alat peraga. Hal tersebut sesuaidengan tuntutan KD 6.2. Penilaian tersebut tidak dapat dilakukan dengan tes tulis.Tes tulis dilakukan untuk menguji pemahaman siswa yang menjadi penonton saatsiswa yang lain unjuk tampil. Jadi, instrumen penilaian tertulis hanya untukpendukung, boleh tidak dilakukan dan tidak menjadi penentu utama nilai siswapada KD 6.2.Pemilihan instrumen penilaian berlaku untuk seluruh siswa. Siswatunagrahita tetap menggunakan instrumen yang sama dengan modofikasi materi16
yang telah dilakukan. Seluruh siswa, dalam pembelajaran KD 6.2 harus unjuktampil dengan alat peraga sesuai dengan kemampuannya. Jika AM menjadinarator, hanya membacakan narasi dalam kertas yang dibawanya maka indikatorpembelajaan tidak dapat dicapai. Berbeda jika, AM sebagai narator membawaboneka kertas se
tuntutan KD. Mengamati aspek-aspek yang dibutuhkan dalam KD, mengkasifikasi skor aspek berdasarkan KD, dan melakukan penilaian yang sama untuk semua siswa. Pemilihan instrumen yang tepat akan berpengaruh pada luaran yag dihasilkan dari pembelajaran. Kata Kunci : implementasi, instrumen, penilaian autentik, kompetensi berbicara, tunagrahita.