
Transcription
Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri DenganKecenderungan Perilaku Kenakalan RemajaIga Serpianing AromaDewi Retno SuminarFakultas Psikologi Universitas Airlangga SurabayaAbstract.This study aims to examine empirically whether there is a negative correlation betweeen selfcontrol and tendencies to juvenile delinquency behavior.The participants of this study were 265teenagers within range 14-19 years old at SMK X Kediri. The scale which measure self controlvariable consisted of 36 items and it was adapted from Self Control Scale by Tangney et.al (2004).Juvenile delinquency intention scale consisted of 31 items compiled by the research. Data analysiswas done by using Product Moment correlation statistic, with the help of statistical programSPSS version 16.0 for Windows.From the analysis of research data, can be obtained thatcorrelation between self control and to juvenile delinquency intention behavior was -0,318 with ap of 0,000. This indicated that there was a significant correlation between self control and tojuvenile delinquency intention behavior.Keywords: Self Control, Intention, Juvenile DelinquencyAbstrak.Tujuan penelitian ini adalah menguji secara empiris apakah terdapat hubungan negatif antarakontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan pada remaja. Subjek penelitian iniberjumlah 265 remaja dengan rentang usia 14-19 tahun yang bersekolah di SMK X Kediri. Alatpengumpulan data pada penelitian ini berupa skala psikologi. Alat ukur variabel kontrol diriterdiri dari 36 butir yang diadaptasi dari Self Control Scale milik Tangney dkk, (2004) dan alatukur kecenderungan perilaku kenakalan remaja terdiri dari 31 butir yang disusun sendiri olehpeneliti. Analisis data dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment dengan bantuanprogram statistic SPSS versi 16 for windows.Hasil analisis data penelitian menunjukkan nilaikorelasi antara variabel kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja sebesar 0,318 dengan p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yangsignifikan antara tingkat kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja.Kata kunci: Kontrol diri, Kecenderungan, Kenakalan remajaKorespondensi: Iga Serpianing Aroma , Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas PsikologiUniversitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail: [email protected] Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 01 No. 02, Juni 2012
Iga Serpianing Aroma, Dewi Retno SuminarPerilaku kenakalan remaja mengalamipeningkatan yang cukup signifikan dalambeberapa tahun terakhir. Hal tersebut nampak darifakta yang dilansir oleh Komisi NasionalPerlindungan Anak (Komnas PA), yakni pelakukriminal dari kalangan remaja dan anak-anakmengalami peningkatan.Berdasarkan data yangada, terhitung sejak Januari hingga Oktober 2009,meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya.Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17 tahun(nusantaraku.com, 2009).Kasus penyalahgunaan narkoba setiaptahunnya semakin merambah pasar anak muda,baik dari faktor usia maupun pendidikan,pengguna narkoba belia mengalami peningkatandibanding 2010. Berdasarkan faktor umur,pengguna narkoba termuda yang ditangkapanggota Satuan Reskoba Polrestabes Surabayatercatat berusia antara 14 sampai dengan 19 tahun,angkanya bertambah dari 30 remaja di 2010menjadi 32 remaja pada tahun 2011. (Surya.co.id,2011)Perilaku kenakalan remaja tidak hanyamencakup pelanggaran kriminal dan narkoba saja.Perilaku kenakalan remaja lainnya berupapelanggaran status, pelanggaran terhadap normamaupun pelanggaran terhadap hukum.Pelanggaran status seperti lari dari rumah,membolos dari sekolah, minum minuman kerasdibawah umur, balapan liar dan lain sebagainya.Pelanggaran status seperti ini biasanya sulit untuktercatat secara kuantitas karena tidak termasukdalam pelanggaran hukum. Sedangkan perilakuyang menyimpang terhadap norma antara lainseks pranikah dikalangan remaja, aborsi olehremaja wanita, dan lain sebagainya. Jumlahperilaku-perilaku tersebut mengalamipeningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.Penelitian Komnas Perlindungan Anak(KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008menyimpulkan empat hal, pertama 97% remajaSMP dan SMA pernah menonton film porno.Kedua, 93,7% remaja SMP dan SMA pernahciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin)dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidakperawan. Dan yang terakhir, 21,2% remajamengaku pernah aborsi.Fakta-fakta yang telah dipaparkan diatasmenunjukkan semakin banyaknya perilakumenyimpang yang dilakukan oleh remaja.Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 1 No. 02, Juni 2012Menurut Santrock (2003), kenakalan remajamerupakan kumpulan dari berbagai perilakuremaja yang tidak dapat diterima secara sosialhingga terjadi tindakan kriminal.Penulis melakukan wawancara kepadabeberapa siswa sekolah menengah atas di Kediriuntuk memberikan gambaran awal mengenaiperilaku kenakalan pada remaja saat ini. Sebagianbesar subjek mengatakan bahwa perilakumelanggar aturan di sekolah maupun di rumahpada dasarnya adalah hal yang wajar. Mereka sadarbahwa melanggar peraturan adalah perbuatanyang salah, namun mereka tetap melakukannya.Seperti dikatakan Andi (siswa kelas XI SMK X diKediri) mengungkapkan kebiasaan tawurannya,“Kadang aku gelut yo cuma melok arek-arekae cek keto' keren. Aku gak peduli lek dicekelpolisi, kan rame-rame. Sing penting aku keto'sangar. hehe.” (“Kadang aku tawuran hanya ikutikut anak-anak supaya terlihat keren. Aku tidakpeduli kalau ditangkap polisi, kan rame-rame.Yang penting aku kelihatan sangar. hehe”).Contoh ini berarti bahwa Andi nmemiliki delay ofgratification yang lemah. Lemahnya delay ofgratification menunjukkan kontrol diri yanglemah pula. Jika remaja tersebut tersebut memilikikontrol diri yang baik, maka ia akan mampumenahan kebutuhan kesenangan sesaat danmampu berpikir logis bahwa perbuatannya akanmenimbulkan risiko bagi dirinya.Becker (dalam Soerjono Soekanto, 1998)menyatakan bahwa pada dasarnya setiap manusiamemiliki dorongan untuk melanggar aturan padasituasi tertentu. Tetapi pada kebanyakan orangdorongan-dorongan tersebut biasanya tidakmenjadi kenyataan yang berwujudpenyimpangan. Hal tersebut karena orang normalbiasanya dapat menahan diri dari dorongandorongan untuk berperilaku menyimpang.Kemampuan menahan diri inilah yang seharusnyadipelajari individu selama masa remaja.Kenakalan remaja juga dapat digambarkansebagai kegagalan dalam pemenuhan tugasperkembangan. Beberapa anak gagal dalammengembangkan kontrol diri yang sudah dimilikiorang lain seusianya selama masa perkembangan.Havigurst menyatakan bahwa salah satu tugasperkembangan remaja ialah bertanggung jawabsebagai warga negara, mencapai tingkah laku yangbertanggung jawab sosial, serta berkembang2
Hubungan antara Tingkat Kontrol Diri dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remajadalam pemaknaan nilai-nilai yang ada dimasyarakat (Monks, 1999). Keberhasilan dalampemenuhan tugas perkembangan ini akanmenjadikan remaja sadar dan peka terhadapnorma, sehingga remaja mampu mengendalikankebutuhan pemuasan dorongan-dorongan dalamdirinya agar tidak melanggar norma dan aturanyang berlaku. Sedangkan kegagalan dalam tugasperkembangan ini akan menyebabkan remajamenjadi individu yang kurang peka terhadapaturan dan norma yang berlaku. Individu sepertiini sangat rentan berperilaku melanggar aturanbahkan melakukan tindak kriminal.Selain itu, selama ini faktor penyebabperilaku kenakalan selalu dikaji dari sisi eksternalindividu. Banyak teori yang menganggap bahwaperilaku menyimpang, terutama kejahatan,adalah hasil belajar individu dari lingkungan atauakibat tekanan dari suatu keadaan tertentu.Thomas F. Denson (2012) dalam jurnalnya yangberjudul “Self Control and Aggresion” menyatakanbahwa kebanyakan teori dan jurnal yang berkaitandengan agresi maupun perilaku delinkuenmengabaikan faktor internal dari dalam diri. .Ketika dorongan untuk berbuat menyimpangmaupun agresi sedang mencapai puncaknya,kontrol diri dapat membantu individumenurunkan agresi dengan mempertimbangkanaspek aturan dan norma sosial yang berlaku.Travis Hirschi dan Gottfredson (1990)mengembangkan “The General Theory Of Crime”atau yang lebih dikenal dengan “Low Self ControlTheory”. Teori ini menjelaskan bahwa perilakukriminal dapat dilihat melalui single-dimentionyakni kontrol diri (self control). Individu dengankontrol diri yang rendah memiliki kecenderunganuntuk menjadi impulsif, senang berperilakuberesiko, dan berpikiran sempit.Rasionalisasi dari penjabaran diatas ialahindividu dengan kontrol diri yang rendah senangmelakukan resiko dan melanggar aturan tanpamemikirkan efek jangka panjangnya. Sedangkanindividu dengan kontrol diri yang tinggi akanmenyadari akibat dan efek jangka panjang dariperbuatan menyimpang. Keterkaitan antarakontrol diri sebagai salah satu faktor penyebabkecenderungan perilaku kenakalan remaja itulahyang menggelitik minat penulis. Penulis tertarikuntuk mengetahui apakah benar terdapathubungan negatif antara kontrol diri dengan3kecenderungan perilaku kenakalan pada remaja.Jika ya, seberapa besar korelasi murni diantarakedua variabel tersebut. Hal itulah yang akandicoba dijawab penulis melalui penelitian ini.METODE PENELITIANVariabel pada penelitian ini ialah kontrol diridan kecenderungan perilaku kenakalan padaremaja. Kontrol diri merupakan kemampuanindividu untuk menentukan perilakunyaberdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai,dan aturan di masyarakat agar mengarah padaperilaku positif (Tangney, 2004). Sedangkankecenderungan perilaku kenakalan remaja ialahkecenderungan remaja untuk melakukantindakanmelanggar aturan yang dapatmengakibatkan kerugian dan kerusakan baikterhadap dirinya sendiri maupun orang lain.Kecenderungan perilaku kenakalan berbedadengan perilaku kenakalan. Kecenderunganperilaku kenakalan remaja berusaha melihatperilaku-perilaku dan proses kognitif yangmengarahkan kepada perilaku kenakalan, bukanmengungkapkan bagaimana bentuk perilakukenakalan remaja.Penelitian ini dilakukan di pada siswa SMK XKediri dengan rentang usia 12-22 tahun yangberjumlah 265 orang. Alat pengumpulan datavariabel kontrol diri terdiri dari 36 butir yangdiadaptasi dari Self Control Scale milik Tangneydkk, (2004) dengan reliabilitas sebesar 0,741. Alatukur kecenderungan perilaku kenakalan remajaterdiri dari 31 butir yang disusun sendiri olehpeneliti dengan reliabilitas sebesar 0,875. Analisisdata dilakukan dengan teknik korelasi ProductMoment dengan bantuan program statistik SPSSversi 16 untuk windows. Taraf signifikansi yangdigunakan dalam penelitian ini sebesar 5% ataudengan nilai probabilitas error sebesar 0,05.HASIL PENELITIANBerdasarkan hasil analisis data, diperolehkoefisien korelasi sebesar -0,318, dengansignifikansi sebesar 0,000. Signifikansi p 0,000 0,05, angka tersebut berarti Hipotesis nol (Ho)ditolak dan hipotesis penelitian ini (Ha) diterima.Hipotesis alternatif berbunyi terdapat hubungannegatif antara kontrol diri dengan kecenderunganperilaku kenakalan remaja diterima. Koefisien 0,318 menyatakan kuat lemahnya hubunganJurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 1 No. 02, Juni 2012
Iga Serpianing Aroma, Dewi Retno Suminarantara kedua variabel tersebut. Tanda negatif (-)menunjukkan arah hubungan yang berbandingterbalik antara kedua variabel. Artinya, semakintinggi skor kontrol diri, maka semakin rendahkecenderungan perilaku kenakalan remaja. Begitupula sebaliknya, semakin rendah skor kontrol diri,maka semakin tinggi kecenderungan perilakukenakalan remaja. Korelasi sebesar -0,318menyatakan bahwa korelasi antara kontrol diridengan kecenderungan kenakalan remaja beradapada rentang sedang.PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian yang telahdibahas pada sub bab diatas, tampak bahwahipotesis kerja yang berbunyi “Terdapat korelasinegatif antara kontrol diri dengan kecenderunganperilaku kenakalan remaja” diterima. Oleh karenaitu, hasil penelitian ini mendukung penelitianGottfredson dan Hirschi (1990) yang menyatakanbahwa terdapat korelasi negatif antara kontrol diridengan perilaku menyimpang pada remaja.Gottfredson dan Hirschi (1990) menyatakanbahwa individu yang memiliki kontrol diri rendahcenderung bertindak impulsif, lebih memilihtugas sederhana dan melibatkan kemampuanfisik, egois, senang mengambil resiko, dan mudahkehilangan kendali emosi karena mudah frustasi.Individu dengan karakteristik ini lebih mungkinterlibat dalam hal kriminal dan perbuatanmenyimpang daripada mereka yang memilikitingkat kontrol diri yang tinggi. Sedangkanmenurut Logue & Forzano (1995) beberapa ciri-ciriremaja yang mampu memiliki kontrol tinggi diriadalah sebagai berikut :a. Tekun dan tetap bertahan dengan tugas yangharus dikerjakan, walaupun menghadapibanyak hambatan.b. Dapat mengubah perilaku menyesuaikandengan aturan dan norma yang berlakudimana ia berada.c. Tidak menunjukkan perilaku yangemosional atau meledak-ledak.d. Bersifat toleran atau dapat menyesuaikandiri terhadap situasi yang tidak dikehendakiKoef isien korelasi sebesar -0,318menunjukkan kekuatan korelasi pada tingkat yangsedang (Cohen, 1988 dalam Pallant 2011). Korelasipada tingkat sedang tersebut sesuai denganJurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 1 No. 02, Juni 2012penelitian yang dilakukan oleh Constance L.Chapple (1996) mengenai hubungan antarakontrol diri, pengaruh peer group, dan perilakud e l i n k u e n re m a j a . Ha s i l p e n e l i t i a n nyamenyebutkan bahwa tingkat korelasi murni antaravariabel kontrol dan perilaku kecenderunganremaja berada pada tingkat yang sedang. Chapplemenyebutkan bahwa korelasi antara perilakudelinkuen dengan kontrol diri banyak dijembatanioleh konformitas pada teman sebaya, terutamateman sebaya yang berperilaku delinkuen.Chapple juga menyebutkan bahwa korelasi antarakontrol diri dengan kenakalan remaja banyakdipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, sepertikeluarga, teman sebaya, dan lingkungan tempattinggal.Pada konteks kajian perilaku individu,pengaruh faktor eksternal tidak dapat dipisahkandari faktor internal. Teori Konvergensi yangdikemukakan oleh William Stern meyakini bahwaseorang anak sejak ia lahir telah memiliki sifat baikdan buruk dalam dirinya. Gen yang dibawa sejaklahir ini dapat berkembang atau bahkan mati jikatidak distimulus oleh lingkungan. Jadi dapatdisimpulkan bahwa faktor nature maupun nurturememiliki peran yang sama pentingnya dalampembentukan kepribadian seseorang. Sebagaicontoh, faktor eksternal seperti pengaruhorangtua memiliki peran penting dalampembentukan kontrol diri pada anak. Schuster &Ashburn (1980) mengatakan bahwa kontrol dirimerupakan salah satu komponen krusial dariperkembangan psiko-sosial pada masa kanakkanak dan masa sebelum masuk sekolah. Padamasa ini, anak akan belajar dari orangtuanyabagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan apayang baik untuk dilakukan dan perilaku apa yangharus dihindari. Bila orang tua menerapkankepada anaknya sikap disiplin secara intens sejakdini dan konsisten terhadap semua konsekuensiyang dilakukan anak bila menyimpang dari yangsudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akandiinternalisasi oleh anak, dan akan menjadikontrol bagi anak. Orangtua bukanlah satusatunya faktor penentu bagi perkembangan moralanak, namun orangtua memiliki peranan yangpaling penting untuk mengarahkanperkembangan moral anak (Gunarsa, 2010).Seorang remaja yang berasal keluarga yangminim dukungan terhadap anak, minim kontrol4
Hubungan antara Tingkat Kontrol Diri dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remajad a n p e n g awa s a n , s e r t a o ra n g t u a ya n gmenerapkan pola disiplin secara tidak efektif akantumbuh menjadi individu dengan kontrol dirilemah dan memiliki kecenderungan untukterlibat dalamperilaku kenakalan remaja. Polapengasuhan seperti diatas biasanya nampak padakeluarga dengan orangtua tunggal, orangtua yangterlalu sibuk bekerja atau broken home.Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 91%subjek orangtua kandungnya masih dalam statuspernikahan, sehingga kenakalan remaja akibatbroken home bukan menjadi faktor utamapenyebab kenakalan remaja. Karena jumlahsubjek yang banyak dan keterbatasan penelitian,faktor keluarga hanya dapat digambarkan sebatasstatus pernikahan orangtua kandung.Faktor eksternal penyebab kenakalan remajalainnya ialah status ekonomi keluarga. Kartono(2010) menyebutkan bahwa masyarakat kelasekonomi rendah memiliki kecenderungan lebihbesar untuk melakukan tindak kriminaldibandingkan dengan masyarakat kelas ekonomimenengah keatas. Norma yang berlaku diantarageng di kelas sosial rendah biasanya antisosial danberlawanan dengan tujuan dan norma masyarakatluas (Santrock, 1996). Berdasarkan hasilpenelitian dapat diketahui bahwa 69% subjekmemiliki orangtua yang berpenghasilan dibawahRp.1.000.000,-perbulannya. Nominal initergolong kecil karena berada dibawah upahminimum regional (UMR). Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa kecenderungan perilakukenakalan remaja yang terjadi pada subjek SMK Xdapat dipengaruhi oleh status ekonomi rendah,sesuai dengan Kartono (2010).Berdasarkan pembahasan faktor eksternaldiatas, diketahui bahwa faktor pembentukankontrol diri pada remaja tidak lepas dari faktorkeluarga, yaitu pengaruh orangtua dan kondisisosial ekonomi. Faktor ekonomi subjek yangmayoritas rendah dapat dikatakan sebagai salahsatu penyebab perilaku kenakalan remaja. Padapenelitian ini, korelasi antara kontrol diri dengankecenderungan perilaku kenakalan remaja dapatdipengaruhi oleh faktor kondisi ekonomiorangtua.5SIMPULANBerdasarkan hasil analisis data yang telahdilakukan dalam penelitian ini, penulis menariksimpulan bahwa terdapat hubungan negatif antaratingkat kontrol diri dengan kecenderunganperilaku kenakalan remaja. Semakin tinggi tingkatkontrol diri maka semakin rendah pulakecenderungan perilaku kenakalan remaja.Sebaliknya, semakin rendah tingkat kontrol dirisubjek di SMK X, maka semakin tinggikecenderungan perilaku kenakalan remajanya.perilaku kenakalan remaja.Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 1 No. 02, Juni 2012
Hubungan antara Tingkat Kontrol Diri dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan RemajaPUSTAKA ACUANBadan Pusat Statistik (BPS) JatimChapple.L.C., (2005). Self-control, Peer Relations, and Delinquency. Justice Quarterly. 22 (1), 89-96Denson, T.F., DeWall, C.N., & Finkel, E.J. (2012). Self-control and Aggresion. Journals of PsychologicalScience, 21 (1), 20-25Gottfredson, M. R. & Hirschi, T. (1990). A General Theory of A Crime. Stanford: Stanford University PressGunarsa, S.D. (2010). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. Gunung Mulia.Jumlah Anak dan Remaja Pelaku Kriminal Meningkat (2009, 22 November). Diakses pada tanggal 17 April2011 dari /t-16476.htmlKartono, K. (2010). Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja.Jakarta: Rajawali PersLogue, A.W., & Forzano, L.B. (1995). Self Control and Impulsiveness in Children and Adults of FoodPreferences. Journal of The experimental Analysis of Behavior, 64 (1), 33-46Monks, F., Knoers, A., & Hadito, S. R. (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagaibagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Pallant, J. (2011). SPSS Survival Manual (4th Ed). Sydney : Midland Typesetter.Pengguna Narkoba Belia Meningkat (2011, 29 Desember). Diakses pada tanggal 20 April 2012 koba-belia-meningkatSantrock, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Erlangga.Schuster, C.S. and Ashburn S.S. (1980). The Process of Human Development : A Holistic Approach. BostonSoerjono S., (1998). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo persada.Tangney, J.P., Baumiester, R.F., & Boone, A.L.(2004). High Self Control Predicts Good Adjusment, LessPathology, Better Grades, and Interpersonal Succes. Journal of Personality.72 (2). 271-3226Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 1 No. 2, Juni 2012
fakta yang dilansir oleh Komisi Nasional hingga terjadi tindakan kriminal. Perlindungan Anak (Komnas PA), yakni pelaku Penulis melakukan wawancara kepada kriminal dari kalangan remaja dan anak-anak beberapa siswa sekolah menengah atas di Kediri